The followings are the abstract and link to the final report of cetacean bycatch in Paloh and Adonara Indonesia, funded by the International Whaling Commission. The article is in Indonesian. Click here for the English version.
Berikut ini adalah abstrak dan tautan untuk laporan akhir kegiatan pemantauan cetacean bycatch di Paloh dan Adonara
yang didanai oleh the International Whaling Commission.Terima kasih banyak untuk Dr Toni Ruchimat sebagai Direktur Jenderal Perikanan Tangkap di Kementerian Kelautan dan Perikanan atas dukungan dan surat pengantar resmi dari beliau. Terima kasih juga kepada WWF Indonesia, terutama Drh Dwi Suprapti yang telah mengantar kami melakukan ke mana-mana di Paloh, Kalimantan Barat. Kami juga mengucapkan terima kasih dan menghargai hasil kerja Dr Danielle Kreb (RASI Foundation) dan Dr Tara S. Whitty yang telah melakukan penelitian bycatch cetacean secara terpisah di Kalimantan Timur beberapa tahun sebelum riset kami dilakukan. Dr Whitty juga telah memberikan masukan kepada kami saat perancangan riset ini. Kami juga berterima kasih kepada para asisten riset kami (Emitha Wulandari, Tyas Woro Prasasti and Abdul
Hamid Sidik) yang telah membantu pengumpulan data dan data entry.
A pilot study to identify the extent of small cetacean bycatch in Indonesia using fisher interview and stranding data as proxies
Final report to the
International Whaling Commission
By Putu Liza Mustika1, Februanty S. Purnomo2, and
Simon Northridge3
1, 2
Whale Stranding Indonesia
3
School of Biology, University of St. Andrews, United Kingdom
Abstrak
Dokumen
ini mengkaji tangkapan samping mamalia laut dalam perikanan tradisional di
dua tempat di Indonesia. Studi ini dilakukan di Paloh (Kalimantan Barat) dan Adonara (Nusa
Tenggara Timur); setiap lokasi mewakili alat tangkap yang berbeda dan spesies
mamalia laut yang berbeda pula. Studi ini menggunakan tiga metode: wawancara
semi terstruktur dengan nelayan; pemeriksaan kejadian terdampar dan pengamatan
langsung. Kegiatan ini didahului oleh pelatihan untuk mengidentifikasi
tanda-tanda interaksi alat tangkap pada kasus mamalia laut terdampar pada bulan
November 2013 di Bali, yang diikuti dengan pengamatan langsung dan wawancara
pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014.
Lumba-lumba tanpa sirip (finless
porpoise, Neophocaena phocaenoides- status IUCN rentan) dan
Lumba-lumba bungkuk Indo-Pasifik (Indo-Pacific humpback dolphin, Sousa chinensis – status IUCN hampir
terancam) adalah jenis yang paling sering tertangkap secara tidak sengaja di
Paloh (Kalimantan Barat). Lumba-lumba spinner (spinner dolphins, Stenella longirostris) dan lumba-lumba
hidung botol (bottlenose dolphins, Tursiops
sp.) adalah yang paling sering tertangkap secara tidak sengaja di Adonara.
Berdasarkan hasil wawancara, kejadian tangkapan samping yang paling banyak
terjadi pada tahun 2013 (34 kejadian, gabungan dari kedua lokasi). Semua kejadian terjerat tidak disengaja di
Paloh diakibatkan oleh jaring insang.
Sebanyak 75% dari total tangkapan samping di Adonara diakibatkan oleh
pukat cincin. Semua lumba-lumba yang ditemukan dalam jaring sudah dalam keadaan
mati.
Besarnya
jumlah anggota keluarga yang harus ditanggung dan sedikitnya kesempatan
mendapatkan pendapatan alternatif di Adonara merupakan faktor yang cukup
signifikan untuk melakukan pencegahan tangkapan samping di daerah ini
dibandingkan dengan Paloh. Meskipun demikian, ancaman konservasi dari Paloh
tidak boleh dikesampingkan karena semua jenis hasil tangkapan samping merupakan
jenis yang masuk dalam kategori rentan dan hampir terancam.
Jumlah sampel dalam kajian ini terlalu sedikit untuk
memahami gambar besar tangkapan samping mamalia laut secara tradisional di
Indonesia yang memiliki lebih dari 280,600 unit jaring insang dan lebih dari
73,400 unit pukat cincin pada tahun 2011. Meskipun demikian, studi ini
menghasilkan beberapa informasi penting tentang kondisi dan skala tangkapan
samping mamalia laut pada perikanan tradisional di dua wilayah yang berbeda di
Indonesia, termasuk masalah perikanan lintas batas antara Paloh dan Sarawak
(Malaysia). Dari dua pengamatan langsung terhadap hasil tangkapan samping
mamalia laut di Paloh, terdapat indikasi bahwa nelayan mau bekerja sama untuk
mendapatkan solusi masalah tersebut.
Sesi materi tangkapan samping dan bedah bangkai hewan
(necropsy) selama pelatihan penanganan mamalia laut terdampar pada bulan
November 2013 dan foto dari sampel kejadian terdampar di Kalimatan Timur
menunjukkan bahwa data kejadian terdampar dapat membantu identifikasi tingkat
tangkapan samping di Indonesia. Sekalipun demikian, data dan sarana penanganan kejadian terdampar masih tidak
memadai untuk memperoleh pemahaman yang lebih menyeluruh. Kami menyarankan agar
pelatihan penanganan mamalia laut terdampar di masa depan mengikutsertakan
komponen tangkapan samping, termasuk cara membebaskan hewan yang masih hidup
dari jeratan jarring atau alat tangkap lainnya.
Penelitian
lanjutan yang kami rekomendasikan adalah: penelitian tangkapan samping mamalia
laut secara tradisional di Indonesia dan juga dengan negara lain seperti
Malaysia, serta penelitian tangkapan samping pada armada perikanan komersil.
No comments:
Post a Comment