Penduduk lokal Semawang Sanur berusaha menyelamatkan si hewan |
Seekor
Saya mengetahui berita ini dari Benjamin Kahn yang mendapat kabar dari Femke JAAN (Thanks Ben and Femke for the heads up!). Saya tiba di lokasi sekitar pukul 11 siang. Bersama dengan Pariama Hutasoit yang sudah terlebih dahulu tiba di tempat, kami memperoleh informasi di atas. Untuk foto, akhirnya saya dapat dari Miss Nunome Jun, surfer Jepang yang juga membantu rescue pagi hari ini. Semua sumber foto dari Jun-san (domo arigatou zonjimasu!).
Saya rada kuatir dengan luka-luka di sekujur tubuhnya. Saya sudah kirim
foto2 ini ke rekan vet saya untuk pendapat ahlinya.
Mungkin ada yang memperhatikan bahwa dari bapak-bapak penolong yang baik
hati di Sanur tersebut ada metode penanganan yang agak salah. Kayaknya ada yang
megang sirip dadanya (big no). Waktu ngobrol dengan surfer-surfer, juga ada
yang memasukkan air ke dalam blow hole/lubang hidung si hewan (dipikir
radiator, kali...gubrak!). Ada pula satu surfer yang hampir terluka karena
berdiri di belakang ekor si hewan (alhasil, si surfer malang itu ‘menikmati’
kibasan ekor si hewan).
Bli-bli dan bapak-bapak Sanur yang baik hati berusaha menolong si lumba-lumba |
Tapi sebelum saya dapat pelatihan, saya juga ga begitu paham tentang
cara terbaik untuk menangani mamalia laut terdampar. Jadi, let's not judge
them. It's not their fault; karena mereka tidak pernah diberi pelatihan. Mereka
bermaksud baik. Justru ini tugas kita-kita yang sudah tahu untuk memberikan
pemahaman bagaimana cara menolong yang benar. [artikel tentang symposium dan pelatihan mamalia laut terdampar di
Filipina yang barusan saya ikuti akan saya upload dalam waktu dekat]
Ibarat kecelakaan di jalan raya. Yang mau nolong berbaik hati, tapi kalo tidak hati-hati, bisa malah membuat si korban patah tulang. Bukan berarti tidak boleh nolong. Sebaiknya memang menolong. Tapi memang sebaiknya yang menolong tahu tentang P3K.
Menaikkan si hewan ke dalam jukung |
Saya bicara dengan Bang Sarminto dari Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan hari ini tentang kejadian ini. Kementrian Kelautan dan Perikanan memang sudah merencanakan sejumlah pelatihan untuk tahun ini sebagai kelanjutan SOP nasional. Sepertinya target pelatihan berikutnya (atau yang pertama di bawah KKJI) sebaiknya di Bali. First responder, target beach boys dan surfers di Sanur etc (mungkin juga Kuta). Materinya harus yang praktis, tidak pake dokumen-dokumen yang panjang lebar. Pakai lumba-lumba dari plastik yang bisa dikembungkan buat model. Dua jam saja untuk surfer; mereka pasti ga mau lebih lama dari 2 jam. Dan jangan pas ombaknya bagus. Ga ada yang mau ikut pelatihan ntar. Pada ke laut semua...
Rescue credits: Wayan Bima, Agus Giri, Ariana, Mogel, Made Sudarma, Mochang, Eka, Wayan Wiranata, Meranggi (Brotot), Mangku Weta, Jun-san, Machiko-san, etc. Thanks a lot guys! Ucapan terima kasih khusus untuk Ena Dive karena telah memberikan tempat mangkal sementara buat saya dan Pariama hari itu.
Update 20 Feb 2013:
Saya sudah menerima masukan dari Nimal Fernando, dokter hewan senior dari Ocean Park Hong Kong (thanks, Nimal!). Ini komentarnya:
“The wounds look like abrasions, not very deep but quite extensive , so perhaps not incurred by a vehicle impact , but possibly from abrasions incurred during stranding (rocks / coral are possible)
As you know from our first responder presentation , they are probably not handling the animal as well as they should , there are photos with only one person on the animal . What concerns me most , is the boat transport where it looks like the animal is being transported without any foam / mattress to support the body weight. This will add to the stress on the chest / body etc. and exacerbate any respiratory distress.”
Terjemahan:
"Luka-lukanya seperti abrasi, tidak dalam sekali, tetapi cukup banyak. Jadi mungkin bukan terjadi karena tabrakan dengan kapal. Kemungkinan luka terjadi akibat gesekan pada saat terdampar (bisa karena karang atau batu).Seperti diketahui dari presentasi 'first responder' kami, penanganan kejadian terdampar ini mungkin tidak dilakukan dengan benar. Ada saat di mana hanya satu orang yang menangani si hewan. Yang sangat penting bagi saya adalah perahunya, di mana sepertinya si hewan dipindahkan tanpa busa/matras untuk mendukung beban tubuh si hewan. Hal ini akan menambahkan stress pada bagian dada/tubuh dst dan memperparah kesulitan bernafas si hewan."
Saya lupa sama sekali tentang matras. Tapi kalau di sana waktu kejadian, belum tentu juga saya ingat. Aduh banyak banget PR kita bersama...
Update 21 Feb 2013:
Para 'hakim agung' masih berdiskusi untuk memutuskan apakah spesies ini Feresa attenuata or Kogia sp. (pygmy sperm whale atau dwarf sperm whale). Keputusan final akan saya berikan pada waktunya.
Update 22 Feb 2013:
Para hakim sudah membuat keputusan. Tim hakim dan juri yang terdiri dari Danielle Kreb,
Benjamin Kahn, Randall Reeves, Robert Pitman, John Wang, Charles W. Potter dan Thomas Jefferson setuju bahwa hewan yang diduga adalah ‘Feresa attenuata’
tersebut sebenarnya lebih tepat diidentifikasi sebagai Kogia sima (dwarf sperm whale). Dan hewan ini bukan versi kecilnya sperm whale (Physeter
macrocephalus). Sperm whale dan dwarf sperm whale adalah dua spesies yang berbeda. Namun mereka memang termasuk ke dalam satu superfamily yang disebut Physeteroidea.
Update 24 Feb 2013:
Klik link ini untuk membaca pembelajaran yang saya peroleh dari kejadian terdampar tgl 19 Feb, serta petunjuk untuk membedakan Kogia sima dari Feresa attenuata (siapa tahu mereka terdampar di pantai dekat tempat anda berada).
Update 24 Feb 2013:
Klik link ini untuk membaca pembelajaran yang saya peroleh dari kejadian terdampar tgl 19 Feb, serta petunjuk untuk membedakan Kogia sima dari Feresa attenuata (siapa tahu mereka terdampar di pantai dekat tempat anda berada).
No comments:
Post a Comment