Wednesday, September 3, 2014

Laporan akhir cetacean bycatch yang didanai oleh International Whaling Commission



The followings are the abstract and link to the final report of cetacean bycatch in Paloh and Adonara Indonesia, funded by the International Whaling Commission. The article is in Indonesian. Click here for the English version.

 
The Lamahala beach in Adonara, East Nusa Tenggara (@Februanty Purnomo 2014)

Berikut ini adalah abstrak dan tautan untuk laporan akhir kegiatan pemantauan cetacean bycatch di Paloh dan Adonara yang didanai oleh the International Whaling Commission.Terima kasih banyak untuk Dr Toni Ruchimat sebagai Direktur Jenderal Perikanan Tangkap di Kementerian Kelautan dan Perikanan atas dukungan dan surat pengantar resmi dari beliau. Terima kasih juga kepada WWF Indonesia, terutama Drh Dwi Suprapti yang telah mengantar kami melakukan ke mana-mana di Paloh, Kalimantan Barat. Kami juga mengucapkan terima kasih dan menghargai hasil kerja Dr Danielle Kreb (RASI Foundation) dan Dr Tara S. Whitty yang telah melakukan penelitian bycatch cetacean secara terpisah di Kalimantan Timur beberapa tahun sebelum riset kami dilakukan. Dr Whitty juga telah memberikan masukan kepada kami saat perancangan riset ini. Kami juga berterima kasih kepada para asisten riset kami (Emitha Wulandari, Tyas Woro Prasasti and Abdul Hamid Sidik) yang telah membantu pengumpulan data dan data entry.



Jika tautan tidak berfungsi, silakan hubungi saya di putuliza at gmail dot com untuk PDFnya. 


A pilot study to identify the extent of small cetacean bycatch in Indonesia using fisher interview and stranding data as proxies

Final report to the International Whaling Commission

By Putu Liza Mustika1, Februanty S. Purnomo2, and Simon Northridge3

1, 2 Whale Stranding Indonesia
3 School of Biology, University of St. Andrews, United Kingdom

Abstrak



Dokumen ini mengkaji tangkapan samping mamalia laut dalam perikanan tradisional di dua tempat di Indonesia. Studi ini dilakukan di Paloh (Kalimantan Barat) dan Adonara (Nusa Tenggara Timur); setiap lokasi mewakili alat tangkap yang berbeda dan spesies mamalia laut yang berbeda pula. Studi ini menggunakan tiga metode: wawancara semi terstruktur dengan nelayan; pemeriksaan kejadian terdampar dan pengamatan langsung. Kegiatan ini didahului oleh pelatihan untuk mengidentifikasi tanda-tanda interaksi alat tangkap pada kasus mamalia laut terdampar pada bulan November 2013 di Bali, yang diikuti dengan pengamatan langsung dan wawancara pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014. 
Para nelayan yang diwawancara di Paloh dan Adonara adalah nelayan berpengalaman yang sudah melaut selama setidaknya 15 tahun. Namun, secara umum para nelayan ini masih relatif muda, berumur sekitar 40 tahun, dengan pendidikan formal yang terbatas. Nelayan Adonara memiliki jauh lebih banyak anggota keluarga yang harus ditanggung dengan sumber pendapatan alternatif yang lebih sedikit dibandingkan dengan nelayan Paloh.

Lumba-lumba tanpa sirip (finless porpoise, Neophocaena phocaenoides- status IUCN rentan) dan Lumba-lumba bungkuk Indo-Pasifik (Indo-Pacific humpback dolphin, Sousa chinensis – status IUCN hampir terancam) adalah jenis yang paling sering tertangkap secara tidak sengaja di Paloh (Kalimantan Barat). Lumba-lumba spinner (spinner dolphins, Stenella longirostris) dan lumba-lumba hidung botol (bottlenose dolphins, Tursiops sp.) adalah yang paling sering tertangkap secara tidak sengaja di Adonara. Berdasarkan hasil wawancara, kejadian tangkapan samping yang paling banyak terjadi pada tahun 2013 (34 kejadian, gabungan dari kedua lokasi).  Semua kejadian terjerat tidak disengaja di Paloh diakibatkan oleh jaring insang.  Sebanyak 75% dari total tangkapan samping di Adonara diakibatkan oleh pukat cincin. Semua lumba-lumba yang ditemukan dalam jaring sudah dalam keadaan mati.

Besarnya jumlah anggota keluarga yang harus ditanggung dan sedikitnya kesempatan mendapatkan pendapatan alternatif di Adonara merupakan faktor yang cukup signifikan untuk melakukan pencegahan tangkapan samping di daerah ini dibandingkan dengan Paloh. Meskipun demikian, ancaman konservasi dari Paloh tidak boleh dikesampingkan karena semua jenis hasil tangkapan samping merupakan jenis yang masuk dalam kategori rentan dan hampir terancam.

Jumlah sampel dalam kajian ini terlalu sedikit untuk memahami gambar besar tangkapan samping mamalia laut secara tradisional di Indonesia yang memiliki lebih dari 280,600 unit jaring insang dan lebih dari 73,400 unit pukat cincin pada tahun 2011. Meskipun demikian, studi ini menghasilkan beberapa informasi penting tentang kondisi dan skala tangkapan samping mamalia laut pada perikanan tradisional di dua wilayah yang berbeda di Indonesia, termasuk masalah perikanan lintas batas antara Paloh dan Sarawak (Malaysia). Dari dua pengamatan langsung terhadap hasil tangkapan samping mamalia laut di Paloh, terdapat indikasi bahwa nelayan mau bekerja sama untuk mendapatkan solusi masalah tersebut.

Sesi materi tangkapan samping dan bedah bangkai hewan (necropsy) selama pelatihan penanganan mamalia laut terdampar pada bulan November 2013 dan foto dari sampel kejadian terdampar di Kalimatan Timur menunjukkan bahwa data kejadian terdampar dapat membantu identifikasi tingkat tangkapan samping di Indonesia. Sekalipun demikian, data dan sarana  penanganan kejadian terdampar masih tidak memadai untuk memperoleh pemahaman yang lebih menyeluruh. Kami menyarankan agar pelatihan penanganan mamalia laut terdampar di masa depan mengikutsertakan komponen tangkapan samping, termasuk cara membebaskan hewan yang masih hidup dari jeratan jarring atau alat tangkap lainnya.

Penelitian lanjutan yang kami rekomendasikan adalah: penelitian tangkapan samping mamalia laut secara tradisional di Indonesia dan juga dengan negara lain seperti Malaysia, serta penelitian tangkapan samping pada armada perikanan komersil.

No comments: